Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KETENTUAN PENGANGKUTAN KAYU HUTAN HAK DENGAN NOTA ANGKUTAN

Deregulasi pengangkutan kayu yang berasal dari hutan hak atau kebun atau lahan masyarakat terjadi dipenghujung tahun 2016, yaitu dengan diundangkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI Nomor: P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tahun 2016 Tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya Yang Berasal Dari Hutan Hak | Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1765 pada tanggal 21 November 2016.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI Nomor: P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tahun 2016 ini telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21/MenLHK-II/2015 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.5/Menhut-II/2007 tentang Penetapan Jenis-Jenis Kayu yang Berasal dari Hutan Hak di Provinsi Sumatera Utara yang Pengangkutannya Menggunakan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU),
Dokumen nota angkutan kayu masyarakat

Konsekwensi dari diundangkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI Nomor: P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tahun 2016 Tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya Yang Berasal Dari Hutan Hak, maka kedepan selama peraturan ini tidak berubah lagi kita tidak memakai "SKAU" (Surat Keterangan Asal Usul) sebagai dokumen pengangkutan kayu dari hutan hak tetapi cukup "NOTA ANGKUTAN" atau "NOTA ANGKUTAN LANJUTAN"
Nota Angkutan adalah dokumen angkutan kayu budidaya yang berfungsi sebagai surat keterangan asal usul untuk menyertai pengangkutan kayu hasil budidaya yang berasal dari hutan hak, dan pengangkutan lanjutan hasil hutan kayu hasil budidaya yang berasal dari hutan hak di seluruh Indonesia
Nota Angkutan Lanjutan adalah dokumen angkutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak dari tempat pengumpulan sementara ke tempat akhir

Glosarium dalam Permen LHK No. P.85 tahun 2016:
  1. Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
  2. Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari Hutan Hak adalah hasil hutan berupa kayu hasil budidaya di atas areal hutan hak.
  3. Hak atas Tanah adalah hak yang diakui oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Nota Angkutan adalah dokumen angkutan kayu budidaya yang berfungsi sebagai surat keterangan asal usul untuk menyertai pengangkutan kayu hasil budidaya yang berasal dari hutan hak, dan pengangkutan lanjutan hasil hutan kayu hasil budidaya yang berasal dari hutan hak di seluruh Indonesia.
  5. Nota Angkutan Lanjutan adalah dokumen angkutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak dari tempat pengumpulan sementara ke tempat akhir. 
  6. Tempat Pengumpulan Kayu Rakyat Terdaftar yang selanjutnya disebut TPKRT adalah tempat pengumpulan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak sebelum dikirim ke tujuan akhir yang lokasinya diketahuioleh Dinas Provinsi.
  7. Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Pengujian Kayu Bulat yang selanjutnya disingkat GANISPHPL PKB adalah GANISPHPL yang memiliki kompetensi dalam kegiatan pengukuran dan pengujian kayu bulat, kayu bulat mewah/indah, bilet, pacakan yang berbentuk kayu bulat. (Pasal 1 Permenlhk No. P.85 /Menlhk /Setjen/Kum.1/11/2016) 
Pemanfaatan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak dilakukan oleh pemilik hutan hak yang bersangkutan dan tidak memerlukan izin penebangan dan Hasil hutan kayu bulat budidaya yang berasal dari hutan hak dapat langsung diolah menjadi kayu olahan rakyat di tempat penebangan.


DOKUMEN PENGANGKUTAN KAYU HUTAN HAK

Pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak dilengkapi dengan Nota Angkutan.
Pengangkutan lanjutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak berupa kayu bulat dan atau olahan rakyat dilengkapi Nota Angkutan Lanjutan.
Penggunaan Nota Angkutan atau Nota Angkutan Lanjutan hanya untuk hasil hutan kayu budidaya di hutan hak dengan bukti hak atas tanah lokasi penebangan berupa sertifikat atau bukti penguasaan lain yang diakui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.

Pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak yang tumbuh secara alami, mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri yang mengatur tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Negara.

Jenis jenis kayu yang pengangkutannya dapat menggunakan  NOTA ANGKUTAN
Nota Angkutan atau Nota Angkutan Lanjutan digunakan untuk menyertai:
  • Pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak di provinsi di Pulau Jawa dan Bali; dan
  • Pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak di provinsi di luar Pulau Jawa dan Bali untuk kayu hasil budidaya jenis jati, mahoni, nyawai, gmelina, lamtoro, kaliandra, akasia, kemiri, durian, cempedak, dadap, duku, jambu, jengkol, kelapa, kecapi, kenari, mangga, manggis, melinjo, nangka, rambutan, randu, sawit, sawo, sukun, trembesi, waru, karet, jabon, sengon dan petai.; 
  • Kepala Dinas Provinsi di luar pulau Jawa dan Bali dapat menambah jenis kayu yang ditetapkan dengan Keputusan.

PENERBIT NOTA ANGKUTAN
Nota Angkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak diterbitkan oleh pemilik hutan hak dan berlaku sebagai DKP; Pengadaan blanko Nota Angkutan dilakukan oleh pemilik hutan hak.
DKP (Deklarasi Kesesuaian Pemasok) adalah: pernyataan kesesuaian yang dilakukan oleh pemasok berdasarkan telah dapat dibuktikannya pemenuhan atas persyaratan
Nota Angkutan Lanjutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hakditerbitkan oleh GANISPHPL PKB yang bekerja di TPKRT dengan mencantumkan nomor Nota Angkutan sebelumnya dan berlaku sebagai DKP.

Pengadaan blanko Nota Angkutan dan Nota Angkutan Lanjutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak dapat dilakukan dengan fotocopy, dan pengisiannya dapat dilakukan dengan tulisan tangan.

Format blanko Nota Angkutan 
BLANKO NOTA ANGKUTAN KAYU
Blanko Nota Angkutan 

Nota Angkutan dan Nota Angkutan Lanjutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak dibuat dalam rangkap 2 (dua) dengan peruntukan sebagai berikut:
  • lembar ke-1: menyertai bersama-sama hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak;
  • lembar ke-2: untuk arsip pemilik hutan hak atau pengirim.
Masa berlaku Nota Angkutan ditetapkan oleh pemilik hutan hak dengan mempertimbangkan jarak dan waktu tempuh normal Masa berlaku Nota Angkutan Lanjutan ditetapkan oleh GANISPHPL PKB yang bekerja di TPKRT dengan mempertimbangkan jarak dan waktu tempuh normal.

Dalam hal terdapat hambatan dalam pengangkutan di perjalanan dan masa berlaku Nota Angkutan atau Nota Angkutan Lanjutan telah berakhir, maka dibuat surat keterangan oleh pengemudi atau nahkoda di atas kertas bermeterai cukup.

Perlakuan Dokumen Angkutan di Tempat Tujuan
  1. Penerimaan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak di TPKRT atau industri primer dilakukan oleh GANISPHPL PKB dengan mematikan Nota Angkutan atau Nota Angkutan Lanjutan.
  2. Nota Angkutan atau Nota Angkutan Lanjutan yang telah dimatikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibubuhi stempel/cap “TELAH DIGUNAKAN”.
  3. Industri primer atau TPKRT penerima hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak wajib menyampaikan copy Nota Angkutan dan atau Nota Angkutan Lanjutan kepada Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Balai setempat setiap bulan.(Pasal 8)


PELANGGARAN DAN SANKSI

  1. Pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak yang tidak dilengkapi dengan Nota Angkutan dan atau Nota Angkutan Lanjutan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Penerbit Nota Angkutan dan atau Nota Angkutan Lanjutan yang terbukti menerbitkan Nota Angkutan dan atau Nota Angkutan Lanjutan untuk kayu selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan atau Pasal 5 ayat (2) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Penerbit Nota Angkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak yang tidak dapat membuktikan dokumen hak atas tanah lokasi penebangan berupa sertifikat tanah atau bukti penguasaan lain yang diakui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. TPKRT atau industri primer atau penerima kayu yang terbukti menerima kayu dengan dokumen Nota Angkutan dan atau Nota Angkutan Lanjutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak yang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini, dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. TPKRT atau industri primer yang tidak menyampaikan copy Nota Angkutan dan/atau Nota Angkutan Lanjutan kepada Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Balai, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PASAL ANCAMAN PIDANA PENGANGKUTAN KAYU ILEGAL

Perbuatan yang dilarang dilakukan sehubungan dengan pengangkutan kayu hasil hutan:
  • "Orang perseorangan yang dengan sengaja mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)." (Pasal 83 ayat (1) huruf b Jo. Pasal 12 huruf e UU No. 18 Th 2013 tentang P3H) 
  • "Orang perseorangan yang karena kelalaiannya mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)." (Pasal 83 ayat (2) huruf b Jo. Pasal 12 huruf e UU No. 18 Th 2013 tentang P3H) 
  • "Korporasi yang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)." (Pasal 83 ayat (4) huruf b Jo. Pasal 12 huruf e  UU No. 18 Th 2013 tentang P3H) 
  • "Orang perseorangan yang dengan sengaja memalsukan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). (Pasal 88 ayat (1) huruf b Jo. Pasal 14 huruf a UU No. 18 Th 2013 tentang P3H) 
  • "Orang perseorangan  yang dengan sengaja menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). (Pasal 88 ayat (1) huruf b Pasal 14 huruf a UU No. 18 Th 2013 tentang P3H) 
  • Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). (Pasal 88 ayat (1) huruf c Jo. Pasal 15 UU No. 18 Th 2013 tentang P3H) 
  • "Korporasi yang memalsukan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)." (Pasal 88 ayat (2) huruf b Jo. Pasal 14 huruf a UU No. 18 Th 2013 tentang P3H) 
  • "Korporasi yang  menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)." (Pasal 88 ayat (2) huruf b Jo. Pasal 14 huruf b UU No. 18 Th 2013 tentang P3H) 
  • "Korporasi yang melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)." (Pasal 88 ayat (c) huruf b UU No. 18 Th 2013 tentang P3H) 
Perbuatan yang wajib dilakukan sehubungan dengan pengangkutan kayu hasil hutan
  • Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). (Pasal 88 ayat (1) huruf a Jo. Pasal 16 UU No. 18 Th 2013 tentang P3H); 
  • Korporasi yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). (Pasal 88 ayat (2) huruf a  Jo. Pasal 16 UU No. 18 Th 2013 tentang P3H);

Untuk lebih jelasnya silahkan download dan baca Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI Nomor P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tahun 2016 Tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya Yang Berasal Dari Hutan Hak di sini 

Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi pada tanggal 1 April 2021 artikel ini sudah di update dengan judul "Dokumen SAKR untuk Pengangkutan Kayu Rakyat 2021" silahkan baca "di sini"

4 komentar untuk "KETENTUAN PENGANGKUTAN KAYU HUTAN HAK DENGAN NOTA ANGKUTAN"

  1. Mohon diperhatikan definisi hasil hutan kayu budidaya pada hutan hak adalah jenis jenis yang dibudidayakan setelah sertifikat atau bukti kepemilikan lahan terbit..jika hasil hutan kayu telah ada sebelum sertifikat atau bukti kepemilikan terbit..masuk ke dalam kategori hasil hutan kayu tumbuh alami yang penatausahaannya mengikuti penatausahaan hasil hutan kayu pada hutan alam..
    Trims..

    BalasHapus
  2. Pak Hari, bisa dishare tentang syarat mendirikan TPKRT, merajuk ke aturan yang mana ya??? Mohon infonya. Terima kasih sebelumnya :)

    BalasHapus
  3. Pak Hariyanto klu jenis kayu seperti Medang, bayur kayu rakyat mnggunakan surat apakah,, sdngkn d P.85 tidak termasuk jenis2 yg mggunkan Nota Angkutan ..

    BalasHapus
  4. Bagaimana dengan kayu yang berada d lahan milik namun sudah tumbuh alamiah apakah mengacu ke P.85

    BalasHapus