Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA, TINDAK PIDANA & KESALAHAN

Pada masa masa indah saat kuliah, istilah "Pertanggungjawaban pidana" sepertinya hanya teori yang menghiasi modul kuliah hukum pidana. tapi setelah memasuki dunia kerja selaku penegak hukum baru terasa rumus pertanggungjawaban pidana itu bekerja

ASAS LEGALITAS
Orang tidak akan dipidana jika ia melakukan perbuatan yang belum ada peraturan yang melarang perbuatan tersebut, Orang tidak akan dipidana walaupun ia melakukan perbuatan yang sudah ada peraturan yang melarangnya tetapi larangan dalam peraturan tersebut tidak ada ancaman sanksi pidananya. Pendeknya dapat dikatatakan setiap orang tidak dapat dipidana atas perbuatannya kecuali: 
  • Ada undang undang yang melarang perbuatan;
  • Larangan tersebut disertai sanksi pidana;
  • Undang undang tersebut sudah ada sebelum perbuatan dilakukan
apa yang dibahas di atas dalam hukum pidana dikenal dengan istilah ASAS LEGALITAS (principle of legality), dalam bahasa latin dikenal dengan (Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali) yang artinya "tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya". 

Asas legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bahwa: "Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada". ketentuan asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP ini lebih menegaskan lagi keberlakuan asas legalitas tidak hanya pada hukum positif tetapi lebih ketat lagi bahwa bentuk hukum positif itu berupa undang undang bukan sekedar Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri atau Peraturan Daerah. Pernah kejadian Peraturan Pemerintah juga mengatur Tindak Pidana yaitu pada Peraturan Pemerintah RI No 45 tahun 2004 (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 147) tentang Perlindungan Hutan, namun telah dirubah dan dihilangkan ketentuan terkait pidana nya dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan.

TINDAK PIDANA
Konsepsi asas legalitas menjadi dasar dari perbuatan yang dapat dipidana atau perbuatan pidana atau peristiwa pidana atau tindak pidana, atau delik dll.; saya pribadi lebih suka menggunakan istilah "tindak pidana" sebagai nomenklatur dari "perbuatan yang dapat dipidana (criminal act)" karena lebih familier didengarnya

Pengertian Tindak Pidana
Tindak Pidana adalah Perbuatan yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana oleh undang-undang bagi barang siapa yang dengan melawan hukum melanggar larangan tersebut tanpa adanya alasan pembenar.
Unsur-unsur tindak pidana:
  1. Ada Subyek Hukum;
  2. Melakukan perbuatan memenuhi rumusan delik;
  3. Diancam dengan sanksi pidana;
  4. Melawan hukum;
  5. Tidak ada alasan pembenar.
Melawan Hukum (Wederrechelijk)
Perbuatan orang dapat dikatakan melawan hukum apabila ada persesuaian rumusan delik dengan pengecualian.

Kata Melawan Hukum ada yang dicantumkan dalam rumusn delik, ada yang tidak dicantumkan dalam rumusan delik, dan ada juga dalam perundang undangan kata melawan hukum dipersempit dengan kata:
  • Tanpa mengindahkan cara-cara yang ditentukan dalam peraturan umum (429 KUHP)
  • Melampaui kekuasaannya (430 KUHP)
  • Tanpa wenang (549 KUHP)
  • tidak sesui dengan izin (UU 18/2013)
  • tanpa memiliki izin (UU 18/2013)
  • secara tidak sah (UU 18/2013)
Alasan Pembenar (rechtsvaardigingsgrond)
Alasan Pembenar adalah: alasan yang menghapus sifat melawan hukumnya perbuatan
Alasan pembenar terdiri dari:
  • Pembelaa Terpaksa (Noodweer) terdapat dalam Pasal 49 Ayat (1) KUHP
  • Melaksanakan Ketentuan Undang Undang (Pasal 50  KUHP)
  • Melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang (Pasal 50 ayat (1) KUHP)

KESALAHAN (Schuld)

Di jaman jahiliah di era revolusi prancis atau jaman kerajaan-kerajaan jaman dulu lah orang yang tidak melakukan tindak pidana bisa saja dipidana tanpa kesalahan atau karena mempertanggungjawabkan kesalahan  orang lain,  pada waktu itu yang dihukum bisa tidak hanya pelaku tapi bisa berikut keluarganya walaupun keluarganya tidak tau apa-apa.

Sekarang, dengan berkembangnya peradaban manusia, jika ada peristiwa orang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan unsur unsur delik dalam undang undang dengan sanksi pidana dan tidak memiliki alasan pembenarpun pun belum tentu dapat dipidana, perkara dapat dipidananya seseorang selain ada tindak pidana juga mensyaratkan adanya kesalahan, kedua hal tersebut merupakan pertanggungjawaban pidana (criminal liability), sebagaimana asas hukum pidana bahwa  “tidak ada pidana tanpa  kesalahan” (Geen straf zonder schuld) dengan demikian harus ada 2 unsur untuk adanya pertanggungjawaban pidana:
1. ada Tindak Pidana;
2. ada Kesalahan.

Ada adegium yang mengatakan bahwa  "Actus non facit reum, nisi mens sit rea" yang artinya "perbuatan tidak membuat orang bersalah, terkecuali jika terdapat sikap batin yang jahat". dari adegium tersebut dapat dikatakan bahwa untuk mengetahui adanya kesalahan pelaku tindak pidana itu ada pada Sikap batin nya (Mens-rea). jadi jika perbuatan orang (actus reus) yang memenuhui unsur unsur delik (tindak pidana) merupakan unsur obyektif, maka sikap batin orang tersebut (mens rea) merupakan unsur subyektfnya. walaupun kesalahan merupakan unsur yang menentukan dapat tidaknya orang dipidana, namun unsur unsur tindak pidana haruslah terlebih dahulu dipenuhi, baru kemudian dilihat unsur kesalahannya sehingga terdapat pertanggungjawaban pidana.

Contoh kasus
Seseorang (A) yang dalam todongan senjata dipaksa memalsukan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH), untuk mengangkut kayu yang berasal dari kawasan hutan, dan ia tidak dapat berbuat lain, maka walaupun perbuatan memalsukan SKSHH merupakan tindak pidana kehutanan yang memenuhi rumusan Pasal 88 ayat (1) huruf b Undang Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sudah seharusnyalah perbuatan orang tersebut (A) dapat dimaafkan karena ia berbuat demikian batinnya tertekan oleh penodong. sehingga dapat dikatakan si A tidak memiliki kesalahan

Asas  tiada pidana tanpa kesalahan dalam perundang undangan di Indonesia terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) Undang Undang RI  Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa "Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya."


Pengertian Kesalahan
Kesalahan dalam bahasa belanda disebut dengan "schuld", beberapa ahli hukum pidana menyebutkan definisi kesalahan adalah sebagai berikut:

Menurut Simons
Kesalahan adalah terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. (Teguh Prasetyo 2014:79)
Menurut Mezger
Kesalahan merupakan suatu keadan psikologis yang oleh penilaian hukum pidana ditentukan sebagai perbuatan yang keliru dan dapat dicela (Bambang Purnomo 1994:138)

Unsur unsur Kesalahan

Untuk mengetahui adanya kesalahan harus ada unsur unsur kesalahan sebagai berikut:
  1. Ada tindak pidana; 
  2. oleh orang yang mampu bertanggung jawab; 
  3. adanya hubungan batin antara orang dan tindak pidana, baik sengaja maupun kelalaian (bentuk kesalahan); dan 
  4. tidak ada alasan pemaaf.

Bentuk Kesalahan
1. Kesengajaan (Dolus)
2. Kelalaian / Kealpaan (Culpa)

Apakah perbedaan sengaja dengan lalai?

Kesengajaan (Dolus)

KUHP kita tidak memberi definisi sengaja. Dalam KUHP Swiss pada Pasal 18 dengan tegas disebutkan pengertian sengaja yaitu: 
Barang siapa melakukan perbuatan dengan mengetahui dan menghendakinya, maka dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja
Petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan, dapat diambil dari M.v.T. (Memorie van Toelichting), yaitu “Pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barang siapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan dikehendaki dan diketahui”. Dalam pengertian ini disebutkan bahwa kesengajaan diartikan sebagai : “menghendaki dan mengetahui” (willens en wetens). Artinya, seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsafi tindakan tersebut dan/ atau akibatnya. Jadi dapatlah dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu dan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu dan akibat yang akan timbul daripadanya.

Corak Kesengajaan

1. Kesengajan sebagai maksud 
Kesengajaan sebagai maksud adalah sikap batin yang melandasi suatu perbuatan yg diniati atau dikehendaki oleh pelaku akan perbuatannya atau akibat langsung yang ditimbulkan dari perbuatannya
contoh 1: seseorang menangkap (satwa dilindungi undang undang) kemudian menjualnya. dari peristiwa ini kita dapat menilai  bahwa perbuatan menangkap dan  menjual merupakan perbuatan yg diniati atau dikehendaki oleh pelaku
contoh 2: sesseorang menembak kepala orang lain dalam jarak 10 meter hingga menyebabkan meninggalnya korban. dari peristiwa ini kita dapat menilai  bahwa akibat dari perbuatan menembak  merupakan akibat perbuatan yg diniati atau dikehendaki oleh pelaku
dari kedua contoh di atas ada  kesengajaan (Kesengajaan sebagai maksud) dari pelaku

2. Kesengajaan dengan sadar kepastian 
Kesengajaan dengan sadar kepastian adalah sikap batin yang melandasi suatu perbuatan yang akibat dari perbuatan bukan merupakan niat atau kehendak dari pelaku untuk terjadinya akibat dari perbuatan, tetapi jika perbuatan dilakukan maka suatu kepastian akibat yang tidak diniatkan atau dikehendaki tersebut  akan terjadi.

Contoh seseorang ingin menghancurkan mobil yang pernah mencelakainya dengan meledakkannya, saat akan dihancurkan mobil sedang dikendarai orang untuk mengangkut satwa dilindungi jenis Harimau, pelaku tidak berniat atau berkehendak untuk merampas nyawa atau membunuh orang yang mengendari dan tidak juga berniat membunuh satwa dilindungi jenis Harimau. Jika perbuatan meledakkan mobil  dilakukan akibatnya tidak hanya hancurnya mobil, tetapi menjadi menjadi kepastian perbuatan tersebut menyebabkan matinya orang dan harimau

Matinya orang dan harimau bukan merupakan kelalaian dari pelaku tetapi merupakan kesengajaan dalam corak Kesengajaan dengan sadar kepastian. pelaku tidak dapat beralibi bahwa dia tidak sengaja membunuh orang atau harimau ia hanya berniat merusak kendaraan


3. Kesengajaan dengan sadar kemungkinan
Kesengajaan dengan sadar kemungkinan adalah adalah sikap batin yang melandasi suatu perbuatan yang akibat dari perbuatan bukan merupakan niat atau kehendak dari pelaku untuk terjadinya akibat dari perbuatan, tetapi jika perbuatan dilakukan ada kemungkinan akibat yang tidak diniatkan atau dikehendaki tersebut  akan terjadi. 
Contoh seseorang memasang jerat dengan niat untuk menangkap babi (satwa tidak dilindungi undang undang) di dalam hutan, ternyata jerat tersebut menangkap Harimau. peristiwa ini bukan ketidak sengajaan atau kelalaian menangkap harimau tetapi merupakan kesengajaan dengan corak Kesengajaan dengan sadar kemungkinan

Kelalaian / Kealpaan (Culpa)
...


PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

Menurut Roscoe Pound Pertangungjawaban pidana  adalah sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan di terima pelaku dari seseorang yang telah dirugikan

Saya sendiri mengartikan Pertanggungjawaban pidana adalah dapat dipertanggungjawabkannya perbuatan melanggar ketentuan undang undang dengan sanksi pidana  terhadap pelakunya

pertanggungjawaban pidana
Pertanggungjawaban pidana

Pertanggungjawban Pidana yang kita bahas di atas adalah yang berlaku general, di Indonesia pertanggungjawaban pidana ada yang special (khusus) dimana  ada pertanggungjawaban pidana yang tidak memerlukan unsur kesalahan disebut dengan pertanggungjawaban pidana mutlak (Strict liability) dikenal juga dalam sistem hukum common law sebagai liability without fault atau tanggung jawab tanpa kesalahan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MUTLAK (Strict liability)
Di Indonesia konsep pertanggungjawaban pidana mutlak (Strict liability) antara lain terdapat dalam Pasal 88 Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa":
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Dalam Penjelasan Pasal 88 UUPPLH menjelaskan:
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.

bersambung...

Posting Komentar untuk "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA, TINDAK PIDANA & KESALAHAN"